Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selasa, 31 Agustus 2010

CERAMAH TARAWIH : SHALAT

Ceramah Tarawih oleh Uztad H. Lomba Sultan, Malam Ke 22 Ramadhan.
Begitu penting arti sholat dalam agama Islam. Bila sholat sudah mulai dilalaikan, maka bersiaplah mendapat adzab yang pedih di akhirat kelak. Na’udzubillahi min dzalik. Agar sholat kita baik dan berharap diterima oleh – Nya, maka kita perlu mengerti apa saja yang berhubungan dengan sholat yakni rukun – rukunnya.

Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah SAW bersabda: “Perbuatan manusia yang pertama kali dihisab pada hari kiamat kelak adalah sholatnya. Bila sholatnya baik, dia akan beruntung dan selamat. Akan tetapi, bila sholatnya tidak benar, dia akan gagal dan merugi. Jika ada yang kurang sedikit dari kewajiban yang dilakukannya, kelak Tuhan yang Maha Gagah dan Maha Mulia akan berfirman: ‘(Wahai Malaikat), perhatikanlah apa hamba-Ku ini melakukan sholat sunnah sehingga dapat menyempurnakan kekurangannya dalam melakukan sholat wajib, kemudian semua amalnya akan dihisab dengan cara seperti ini.’”
(H.R. Tirmidzi, Hadits hasan)
Saya percaya Anda adalah orang yang ingin belajar agar menjadi pribadi (insan) yang semakin baik. Pertama, marilah kita belajar tentang rukun sholat. Rukun sholat ada 13 (tiga belas).   Yaitu :
  1. Niat. Niat dilaksanakan di dalam hati serta lisan dan dibarengi dengan takbirotul ikhrom.
  2. Berdiri bagi yang mampu di dalam fardhunya. Bagi orang lanjut usia, bila dirasa tidak mampu berdiri, diperkenankan sholat dengan duduk, dan seterusnya melihat kondisi badannya.
  3. Takbirotul Ikhrom.
  4. Membaca surat Al Fatihah. Tasydid harus jelas.
  5. Ruku’ disertai dengan Tuma’ninah. Arti Tuma’ninah adalah berhenti sekira membaca lafadz subhanalloh.
  6. I’tidal disertai dengan tuma’ninah. I’tidal adalah bangun dari ruku’
  7. 2 sujud disertai dengan tuma’ninah.
  8. Duduk diantara 2 sujud disertai dengan tuma’ninah.
  9. Duduk yang akhir.
  10. Membaca Tahiyat pada duduk yang akhir.
  11. Membaca sholawat kepada Nabi pada duduk yang akhir.
  12. Tertib di dalam rukunnya. Artinya tidak loncat – loncat, missal dari rukun yang 1 terus langsung ke rukun yang ke 5.
  13. Salam yang pertama, ketika menoleh ke arah kanan.
Itulah rukun – rukun dalam sholat yang harus diketahui bila berharap ibadah sholatnya ingin diterima. Banyak orang yang mengaku Islam, saat ini dengan mudahnya meninggalkan sholatnya dengan alasan pekerjaan. Sungguh suatu kerugian dan kemalangan yang sangat besar yang tidak disadari olehnya.
Semoga kita dapat senantiasa menjaga sholat kita dan termasuk dalam golongan orang yang beruntung baik di dunia maupun di akhirat. Amiin..

Janji Allah SWT : Setelah Kesulitan pasti ada Kemudahan



فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)
Ayat ini pun diulang setelah itu,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6).
Kita sering mendengar ayat ini, namun kadang hati ini lalai, sehingga tidak betul-betul merenungkannya. Atau mungkin kita pun belum memahaminya. Padahal jika ayat tersebut betul-betul direnungkan sungguh luar biasa faedah yang dapat kita petik. Jika kita benar-benar mentadabburi ayat di atas, sungguh berbagai kesempitan akan terasa ringan dan semakin mudah kita pikul. 
Ini adalah janji Allah Yang Maha Mengetahui hamba-Nya yang lagi berputus asa, serta Allah tidak akan memberikan kesulitan melebihi kadar kemampuan manusia. Semoga dengan memahami kandungan ini, kita termasuk orang-orang yang termotivasi untuk bersabar dalam beramal dan berjihad, bersabar dalam menunggu kelonggaran dan jalan kaluar dari setiap musibah, bencana, bala dan ujian, serta mampu meyakini kebenaran sunnatullah dalam hal ini.
Al Hasan Al Bashri mengatakan bahwa ketika turun surat Alam Nasyroh ayat 5-6, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أبْشِرُوا أتاكُمُ اليُسْرُ، لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ
Kabarkanlah bahwa akan datang pada kalian kemudahan. Karena satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”
Perkataan yang sama disampaikan oleh Qotadah. Qotadah mengatakan, “Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira pada para sahabatnya

Setelah kita mengetahui berita gembira bagi orang yang mendapat kesulitan dan kesempitan yaitu akan semakin dekat datangnya kemudahan, maka sikap yang wajib kita miliki ketika itu adalah bersabar dan terus bersabar. Artinya, ketika sulit, hati dan lisan tidak berkeluh kesah, begitu pula anggota badan menahan diri dari perilaku emosional seperti menampar pipi dan merobek baju sebagai tanda tidak ridho dengan ketentuan Allah.
Sabar menanti adanya kelapangan adalah solusi paling ampuh dalam menghadapi masalah, bukan dengan mengeluh dan berkeluh kesah. Oleh: Zulkarnain Sultan (Jamaah Mesjid Al Muaraqabah)

Senin, 30 Agustus 2010

Malam Lailatul Qadar

Keutamaan Lailatul Qadar
Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] : 1)
Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)
Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ - يَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِ - فَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa. (HR. Muslim)
Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى
Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”  (HR. Bukhari)

Catatan : Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.
Tanda Malam Lailatul Qadar
[1] Udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
Lailatul qadar adalah malam yang penuh kelembutan, cerah, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar lemah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi.  Haytsami mengatakan periwayatnya adalah tsiqoh /terpercaya)
[2] Malaikat menurunkan ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah, yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.
[3] Manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.
[4] Matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Abi bin Ka’ab bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Shubuh hari dari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa sinar, seolah-olah mirip bejana hingga matahari itu naik.” (HR. Muslim) (Lihat Shohih Fiqh Sunnah II/149-150)
Semoga Allah memudahkan kita untuk meraih malam tersebut. Amin Yaa Mujibas Saailin.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com

Minggu, 29 Agustus 2010

Nuzulul Qur’an: Mengais Hikmah Nuzulul Qur’an

Al-Quran merupakan f irman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupan demi mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Konsep-konsep yang dibawa al-Quran selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena itu ia turun untuk mengajak manusia berdialog dengan penafsiran sekaligus memberikan solusi terhadap problema tersebut di manapun mereka berada.
Pada kenyataannya, Al-Quran benar-benar telah mengepung level kecil klasik kesusastraan jahiliyah untuk memperkenalkan pemikiran keagamaan dan konsep-konsep monoteistiknya ke dalam Bahasa Arab. Ia juga menciptakan design dahsyat dalam Bahasa Arab dengan mengubah instrument-instrument teknis pengungkapannya.
Pada satu sisi, ia menggantikan syair metrik dengan bentuk ritmenya sendiri yang tak tertirukan, dan pada sisi lain memperkenalkan konsep-konsep dan tema-tema baru yang mengarah kepada arus besar monoteisme.
Luas dan keberagaman tema Al-Quran merupakan hal yang sangat unik. la menembus sudut pandang paling kabur dalam pikiran manusia, menembus dengan kekuatan nyata jiwa orang beriman bahkan orang yang tanpa iman sekalipun untuk merasakan sesuatu dalam gerak-gerik jiwanya.
Al-Quran juga mengalihkan perhatiannya kepada masa lalu yang jauh dalam sejarah perjalanan ummat manusia sekaligus mengarah ke masa depannya dengan tujuan mengajarkan tugas-tugas masa kini. Ia melukiskan gambaran dan tanda-tanda yang mengundang manusia untuk segera menarik pelajaran darinya.
Setelah pelajaran dapat ditarik kesimpulannya, ternyata jiwa manusia tanpa disadari terseret serta terpesona oleh kedalaman dan keluasan makna Al-Quran. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Quran sebagai mukjizat terbukti menjadi modal kehidupan dunia dan akhirat.

Masihkah Al-Quran bersama kita?

Masih adakah Al-Quran selalu bersama kita merupakan pernyataan tegas terhadap sikap, prilaku dan kondisi internal keberagamaan ummat Islam di tengah arus modernisasi sebagai suatu proses perkembangan dalam peradaban manusia.
Apalagi sekarang ini, ummat islam Indonesia sedang menanti datangnya pemimpin baru yang dengan tulus ikhlas membawa perubahan struktural kondisi kebangsaan dan menjadi tiang penyanggah yang kuat dari rapuhnya keyakinan (tauhid) dan robohnya nilai-nilai sosial kemanusiaan bahkan mampu membuka bendungan ekonomi yang mensejahterakan setelah sekian lama tersendat oleh kepentingan ideologis maupun golongan tertentu.
Melalui momentum Nuzulul Quran ini, pernyataan “Masihkah Al-Quran bersama kita” menjadi sebuah gugatan terhadap prilaku dan keyakinan yang belum selalu berdampingan dengan Al-Quran bahkan menyatu dengannya.
Al-Quran sebagai risalah terakhir yang sempurna dan universal bagi seluruh ummat manusia dengan konsep tanzil-turun, membawa atau menurunkan banyak pesan yang harus direpresentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya media seruan yang dimunculkan dalam ayat al-Quran, baik yang diseru “Wahai manusia”, “Bani Adam”, “Orang-orang beriman dan kaf ir” ataupun Ahli Kitab.
Melalui risalah Muhammad, Allah SWT menurunkan al-Quran saat manusia sedang mengalami kekosongan para rasul, kemunduran akhlak dan kehancuran problem kemanusiaan, sosial politik dan ekonomi. Pada setiap problem itu, al-Quran meletakkan sentuhannya yang mujarrab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia selanjutnya yang relevan di setiap zaman.
Sejak diturunkannya sampai dengan sekarang al-Quran tidak pernah terlepas dari suatu tradisi yang sedang berjalan. Dengan kata lain, pesan-pesan al-Quran selalu berhubungan dengan pribadi atau masyarakat yang mengganggapnya sakral atau sebagai sentralitas etika universal.
Jika melihat kondisi ummat Islam pada saat al-Quran diturunkan, melalui momentum nuzulul Quran ini, semua peristiwa di masa lalu itu dibangkitkan melalui perenungan. Jadi ada kesamaan konteks ketika al-Quran diturunkan pertama kali dengan kondisi terkini yang secara sosial, politik, ekonomi dan agama memang sedang mengalami kebobrokan dan membutuhkan pemecahannya.
Untuk itu, ummat Islam sebagai ummat yang terbaik mengemban tugas berat yang berkaitan dengan memahami, mengilhami dan melakukan tanggung jawab. Karena memahami dan menaf sirkan adalah bentuk yang paling mendasar dari keberadaan manusia dimuka bumi yang memiliki
jabatan sebagai khalifah.
Dengan demikian, eksistensi ummat Islam sebagai ummat yang terbaik tidak diragukan. Dengan bantuan ilmu pengetahuan dan agama, peristiwa Nuzulul Quran yang terjadi beberapa abad yang lalu menjadi sesuatu yang berkesinambungan hingga kini.
Masa lalu tidaklah usang dan ia menjadi pendahulu masa kini. Maka dari itu, upaya memahami makna nuzulul Quran pada saat sekarang ini sama sekali tidak menghilangkan makna dan konteks terdahulu, melainkan merangkumnya untuk kemudian diteruskan hingga kini. Ada semacam harapan yang harus terpenuhi dalam menghadapi tantangan global saat ini sebagaimana Rasulullah juga menghadapi tantangan dan ujian yang berat.
Setelah melihat konteks nuzulul Quran, tugas selanjutnya ialah melakukan kontektualisasi ajaran dan pesan yang terkandung dalam peristiwa nuzulul Quran. Kita harus selalu berdampingan dengan al-Quran dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatan. Persahabatan kita dengan al-Quran baru sebatas pragmatis dan belum menjadi sesuatu yang harmonis sehingga al-Quran belum membuka solusi terhadap problem kehidupan.
Selain itu, ketika def inisi konkrit dari nilai-nilai al-Quran ialah menghadirkannya dalam pikiran dan realita semakin berkurang intensitasnya sehingga membacanya yang dianggap sebagai ibadah hanya menjadi bacaan biasa karena dibaca tanpa pengamalan dan penghayatan.
Terjadi pengaburan pada batas-batas norma dan etika. kekacauan dan ketidakdisiplinan di kubu wakil rakyat yang masih sulit diverif ikasi dalam memberikan keterangan tentang identitas individu dalam proses pemilu menunjukkan keremangan nasib bangsa. Pantaskah mereka mewujudkan keadilan sosial yang menyeluruh jika kejujuran belum menjadi dasar kursi kepemimpinan.
Masalah lainnya adalah ekonomi yang perlu mendapatkan perhatian serius. Asumsi tentang indikator pertumbuhan dipahami dengan meratanya volume perdagangan, padahal pengentasan kemiskinan masih berjalan di tempat dan belum menemukan solusi yang berarti.
Ketika Negara gagal merepresentasikan kepentingan warga lemah, melalui momentum Nuzulul Quran, kepentingan membangun Negara digugat. Di samping itu angka pengangguran semakin bertambah di tengah laju pertumbuhan ekonomi.
Kasus rendahnya adaptasi lulusan sekolah menjadi tuntutan pasar sekaligus menjadi persoalan pertama dalam mengatasi kemiskinan global. Belum lagi Lembaga pemerintah yang terpercaya dalam memberantas kasus korupsi ternyata gagal dalam mengungkap kasus korupsi yang terencana dan professional.
Keterlibatan sejumlah pejabat tinggi Negara dan kejaksaan membuat tidak ada lagi yang bisa dipercaya dalam menegakkan keadilan. Pejabat dan wakil rakyat miskin secara hati nurani sehingga menghasilkan mentalitas koruptor.
Sedemikian parahkah Negeri ini? korupsi dinyatakan sebagai akibat sikap mentalitas bangsa Indonesia yang suka menerabas yaitu mentalitas yang terkait dengan trend hidup masa kini yaitu, konsumerisme dan hedonisme yang berikutnya menghasilkan sikap permisif.
Mereka hanya memikirkan kesenangan diri tanpa memperdulikan klaim negatif dari norma sosial. Mereka mengaburkan batas etika. Korupsi menjadi sebuah kejahatan yang struktural sebagai hasil interaksi sosial yang berulang dan terpola. Nasionalisme yang dibanggakan telah beralih kepada nasionalisme yang simbolistis dan cendrung destruktif pada dirinya sendiri.
Jika kecendrungan manusia di zaman globalisasi yang didukung dengan kemajuan teknologi ini cendrung memperlihatkan sisi egoisitas dalam memenuhi kebutuhan materialnya, maka ada baiknya juga menggunaka ego untuk memenuhi kebutuhan spiritual kepada Allah yang sebenarnya menjadi ikatan primordial antara hamba dan Tuhan-Nya (Hablum min Allah wa hablum minan-naas).
Karena secara psikologis ego merupakan pusat pencerapan dan kesadaranyang memberi kesempatan dan kemampuan untuk memiliki kesadaran diri sepenuhnya. Dan ego tidak lagi dipahami dengan opini negatif.
Kesadaran yang mendasar terhadap perisitiwa Nuzulul Quran memberikan akses kepada esensi al-Quran dengan keanekaragaman dimensi dan nilai holisitiknya. Bersamaan dengan itu keraguan terhadap al-Quran hilang dan digantikan dengan keyakinan yang teguh. Keyakinan yang teguh kepada al-Quran setelah dengan melakukan pencerapan dan penghayatan dapat membuka pintu-pintu hidayahnya sebagai sumber etika dan nilai universal.
Al-Quran sebagai Kalamullah secara komprehensif terbukti telah mencerahkan eksistensi kebenaran dan moral manusia. Mukjizat dan wahyu yang menjadi kitab bagi ummat Islam khususnya dan seluruh ummat pada umumnya tidak habis-habisnya menguraikan secara detail subtansi kebenaran. Ayat-ayatnya senantiasa melahirkan interpretasi filosofis yang menggugat infiltrasi pemikiran kebenaran semu bahkan menyesatkan dari para pemikir non wahyu.
Al-Quran yang membuka ruang penafsiran secara tipikal menukik pada akal orisinil dan langsung menyentuh aspek mendasar dalam kehidupan, yaitu etika dan moral dalam hubungannya sebagai hamba dengan Sang Khaliq-Allah.
Salah satu penyebab utama kekerasan dan konflik yang dialami ummat manusia karena tidak menjadikan al-Quran sebagai sumber nilai etika dan moral. Keadaan ini menurut Harun Yahya seorang Filsuf Islam Kontemporer adalah dengan mengupayakan nilai-nilai moral dan etika dalam al-Quran diberlakukan dalam kehidupan.
Allah Swt telah berbicara dalam al-Quran tentang kaidah besar seperti keadilan, perdamaian, kebenaran, Iman dan Islam. Dia juga berbicara tentang muamalah dan pandangan hidup. Problem apapun yang terjadi, krisis apapun yang berlaku, solusi dan penawarannya ada di dalam al-Quran.
Dengan semangat baru, Nuzulul quran menjadi momentum efektif jika Al-Quran dijadikan sebagai solusi problem kehidupan yang memberitahukan tuntutan yang harus dilaksanakannya dalam membangkitkan berbagai niiai yang diinginkan dalam penyucian jiwa.
Membaca al-Quran sebagai jalan mencari solusi juga menyempurnakan ibadah lainnya. Ia dapat berfungsi dengan baik jika dalam membacanya disertai dengan adab-adab batin dalam perenungan, khusyu’ dan mentadabburinya yang akhirnya banyak mendatangkan manfaat berupa petunjuk dari Allah, inspirasi dan basis imajenasi.
Bertadabbur berarti memperhatikan dan merenungi makna-maknanya. Bahkan Ibnu Mas’ud berkata, “Barang siapa yang menghendaki ilmu orang-orang yang terdahulu dan ilmu orang-orang yang akan datang, hendaklah ia mendalami Al-Quran“.
Kitab Ummat islam ini memberikan pedoman serta jalan yang lurus yang mampu menghindari buruknya kesesatan. Etika kehidupan dan akhlak kan’mah terangkum dalam Al-Quran. Bahkan, Rasulullah sendiri dibina akhlaknya langsung oleh Al-Quran.
Melalui Nuzulul Quran ini, mari bersama membangun Indonesia dengan spririt keimanan dan keislaman. Menjadikan akhlak Rasulullah sebagai basis sumber daya manusia. Akhirnya Nuzulul Quran di masa lalu membawa pesan yang sama di masa kini dan akan selalu menjadi landasan structural yang abadi di masa mendatang. Amin.
Sumber : Indah Mulya, Edisi no. 490 Th. VI - 14

Sabtu, 28 Agustus 2010

Malam 10 terakhir Ramadhan

Wahai kaum muslimin, Ramadhan akan meninggalkan kita, dan saat ini kita telah beranjak memasuki 10 Malam Terakhir Ramadhan. Namun sungguh menyedihkan dan ironi, pada 10 hari terakhir ini, kaum muslimin bukannya berupaya meraih kemuliaah lailatul qodar dan mempergunakan waktunya, namun malah menyia-nyiakan keutamaan ini. Wahai kaum muslimin, ingatlah, belum tentu bulan Ramadhan yang anda temui tahun ini bisa anda temui lagi tahun depan, maka janganlah anda sia-siakan kesempatan ini. Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata : “Bila masuk sepuluh (hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengencangkan kainnya menjauhkan diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan Keluarganya. ” Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.